BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kegiatan pembelajaran di sekolah adalah kegiatan pendidikan pada
umumnya, yang menjadikan siswa menuju keadaan yang lebih baik.Pendidikan dalam
hal ini sekolah tidak dapat lepas dari peran guru sebagai fasilitator dalam
penyampaian materi. Profesionalisme seorang guru sangatlah dibutuhkan guna
terciptanya suasana proses belajar mengajar yang efisien dan efektif dalam
pengembangan siswa yang memiliki kemampuan beragam. Pembelajaran pada dasarnya
adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga
terjadi perubahan perilakau kearah yang lebih baik.
Pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran yang artinya
sebelum siswa belajar harus melalui sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan
sehari hari yang masalahnya bersifat tertutup dan terbuka.Oleh karena itu pada
proses pembelajaran guru perlu meningkatkan kemampuan menjadi guru professional
dan kreatif dalam mengembangkan kemampuan mengajar sehingga siswa dapat
maksimal walaupun dalam kenyataannya guru-guru di Indonesia sebagian besar
masih mempertahankan metode-metode pembelajaran lama. Kemampuan guru sebagai
salah satu usaha meningkatkan mutu pendidikan disekolah dimana guru merupakan elemen di sekolah yang secara
langsung dan aktif bersinggungan dengan siswa, kemampuan yang dimaksudkan
adalah kemampuan mengajar dengan menerapkan model pembelajarn yan tepat,
efisien dan efektif.
Menurut UNESCO: “learning to know, learning to do, learning to be,
and learning to live together “ siswa bukan hanya duduk diam dan mendengarkan.
Siswa harus diberdayakan agar siswa mau serta mampu berbuat untuk memperkaya
pengelaman belajar (learning to do ). Interaksi siswa dengan lingkungannya
menuntut mereka untuk memahami pengetahuan yang berkaitan dengan dunia
sekitarnya (learning to know).Interaksi tersebut diharapkan siswa dapat
membangun jati diri (learning to be). Kesempatan berinteraksi dengan berbagai
individu atau kelompok yang bervariasi akan membentuk kepribadian untuk
memahami kebersamaan, bersikap toleransi terhadap teman (learning to live
together). Untuk mencapai tujuan yang diatas dibutuhkan metode pengajaran yang
sesuai dalam proses pembelajaran.
1.2 Perumusan Masalah
1. pengertian gaya belajar atau learning style
2. macam-macam gaya belajar
3. pengertian Multiple Intelligence
dalam Pembelajaran
4. pengertian asesmen proses belajar
5. tujuan asesmen
6. prinsip-prinsip asesmen
1.3 Tujuan Penelitian
1. untuk mengetahui pengertian learning style
2. mengetahui macam-macam gaya belajar
3. mengetahui apa yang dimaksud dengan multiple intelligence dalam
pembelajaran
4. mengetahui pengertian asesmen
5. mengetahui tujuan asesmen
6. mengetahui prinsip-prinsip asesmen
BAB II
PEMBAHASAN
Gaya belajar atau learning style
adalah kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, di sekolah, dan dalam
situasi-situasi antar pribadi. Ketika menyadari bahwa bagaimana seseorang
menyerap dan mengolah informasi, belajar dan berkomunikasi menjadi sesuatu yang
mudah dan menyenangkan.
Perlu disadari bahwa tidak semua orang
punya gaya belajar yang sama. Walaupun bila mereka berada di sekolah atau
bahkan duduk di kelas yang sama. Kemampuan seseorang untuk memahami dan
menyerap pelajaran sudah pasti berbeda tingkatnya. Ada yang cepat, sedang dan
ada pula yang sangat lambat. Karenanya, mereka seringkali harus menempuh cara
berbeda untuk bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama.
Di lingkungan sekolah, sebagian siswa
lebih suka guru mereka mengajar dengan cara menuliskan segalanya di papan
tulis. Dengan begitu mereka bisa membaca, kemudian mencoba memahaminya.
Sebagian siswa lain lebih suka guru mereka mengajar dengan cara menyampaikannya
secara lisan dan mereka mendengarkan untuk bisa memahaminya. Sementara itu, ada
siswa yang lebih suka membentuk kelompok kecil untuk mendiskusikan pertanyaan
yang menyangkut pelajaran tersebut.
Cara lain yang juga kerap disukai banyak
siswa adalah model belajar yang menempatkan guru tak ubahnya seorang
penceramah. Guru diharapkan bercerita panjang lebar tentang beragam teori
dengan segudang ilustrasinya, sementara para siswa mendengarkan sambil
menggambarkan isi ceramah itu dalam bentuk yang hanya mereka pahami sendiri.
Apa pun cara yang dipilih, perbedaaan gaya
belajar itu menunjukkan cara tercepat dan terbaik bagi setiap individu bisa
menyerap sebuah informasi dari luar dirinya. Oleh karena itu, sebagai seorang
guru bisa memahami bagaimana perbedaan gaya belajar pada siswanya, dan mencoba
menyadarkan siswanya akan perbedaan tersebut, mungkin akan lebih mudah bagi
guru untuk menyampaikan informasi secara lebih efektif dan efisien.
2.1 Pengertian gaya belajar atau learning style
Gaya belajar mengacu pada cara
belajar yang lebih disukai pebelajar. Umumnya, dianggap bahwa gaya belajar
seseorang berasal dari variabel kepribadian, termasuk susunan kognitif dan
psikologis latar belakang sosio cultural, dan pengalaman pendidikan (Nunan,
1991: 168).
Keanekaragaman gaya belajar siswa
perlu diketahui pada awal permulaannya diterima pada suatu lembaga pendidikan
yang akan ia jalani. Hal ini akan memudahkan bagi pebelajar untuk belajar
maupun pembelajar untuk mengajar dalam proses pembelajaran. Pebelajar akan
dapat belajar dengan baik dan hasil belajarnya baik, apabila ia mengerti gaya
belajarnya. Hal tersebut memudahkan pembelajar dapat menerapkan pembelajaran
dengan mudah dan tepat ( Kolb 1984 ).
Tiap individu memiliki kekhasan sejak lahir dan
diperkaya melalui pengalaman hidup. Yang pasti semua orang belajar melalui alat
inderawi, baik penglihatan, pendengaran, dan kinestetik. Setiap orang memiliki
kekuatan belajar atau gaya belajar. Semakin kita mengenal baik gaya belajar
kita maka akan semakin mudah dan lebih percaya diri di dalam menguasai suatu
keterampilan dan konsep-konsep dalam hidup.
Salah satu faktor yang mempengaruhi cara belajar
siswa adalah persepsi, yaitu bagaimana dia memperoleh makna dari lingkungan.
Persepsi diawali lima indera: mendengar, melihat, mengecap, mencium,dan merasa.
Di dunia pendidikan, istilah gaya balajar mengacu khusus untuk penglihatan,
pendengaran, dan kinestetik. Gaya belajar visual menyangkut penglihatan dan
bayangan mental. Gaya belajar pendengaran merujuk pada pendengaran dan
pembicaraan. Gaya belajar kinestetik merujuk gerakan besar dan kecil.
Dengan memahami gaya belajar siswa berarti akan
membuat siswa lebih bahagia, karena respons guru terhadap kebutuhan dirinya
tepat, dengan demikian informasi yang diberikan kepadanya akan lebih mudah
terserap.
2.2 Munculnya gaya belajar pada anak
Kapan gaya belajar ini mulai
dimiliki oleh seorang anak? Sebenarnya, gaya belajar anak dipengaruhi oleh
faktor bawaan atau sudah dari sananya. Ada anak yang memang memiliki fisik kuat
dan prima sehingga cenderung memiliki gaya belajar kinestetik. Atau ada juga
anak yang memiliki rasa seni tinggi sehingga gaya belajar visual lebih melekat
dalam dirinya.
Jika salah satu indra kurang
berfungsi secara maksimal, maka umumnya indra lain akan menggantikannya. Jika
penglihatan seorang anak kurang berfungsi, maka indra pendengarannya lebih
menonjol sehingga ia lebih peka terhadap suara atau bunyi-bunyian. Contohnya,
para penyandang tunanetra biasanya memiliki indra pendengaran yang sangat
tajam.
Selain itu, pola asuh juga memegang
peran penting dalam kemunculan gaya belajar seseorang. Maksudnya, gaya belajar
ditentukan oleh sejauh mana orang tua melakukan stimulasi terhadap
masing-masing indra anaknya. Anak yang sejak kecil terbiasa dibacakan dongeng,
boleh jadi akan terbiasa untuk mengasah kemampuan pendengarannya. Ia juga bisa
cepat mencerna ucapan sang pendongeng. Akibatnya, anak akan cenderung menjadi
seorang auditory learner dalam gaya belajarnya. Sementara anak seorang pelukis
yang mayoritas waktunya lebih tercurah untuk mengamati detail-detail gambar
orang tuanya biasanya akan menjadi seseorang dengan tipe belajar visual.
2.3 Macam-macam gaya belajar
1. Gaya belajar Visual
Gaya belajar visual (visual learner)
menitikberatkan ketajaman penglihatan. Artinya, bukti-bukti konkret harus
diperlihatkan terlebih dahulu agar siswa paham. Ciri-ciri siswa yang memiliki
gaya belajar visual adalah kebutuhan yang tinggi untuk melihat dan menangkap
informasi secara visual sebelum ia memahaminya.
Siswa yang memiliki gaya belajar
visual menangkap pelajaran lewat materi bergambar. Selain itu, ia memiliki
kepekaan yang kuat terhadap warna, disamping mempunyai pemahaman yang cukup
terhadap masalah artistik. Hanya saja biasanya ia memiliki kendala untuk
berdialog secara langsung karena terlalu reaktif terhadap suara, sehingga sulit
mengikuti anjuran secara lisan dan sering salah menginterpretasikan kata atau
ucapan.
Gaya belajar ini dapat diterapkan
dalam pembelajaran, dengan menggunakan beberapa pendekatan : menggunakan
beragam bentuk grafis untuk menyampaikan informasi/materi pelajaran berupa
film, slide, ilustrasi, coretan atau kartu-kartu gambar berseri untuk
menjelaskan suatu informasi secara berurutan
Ciri – ciri gaya belajar ini adalah :
1. Senantiasa berusaha melihat
bibir guru yang sedang mengajar.
2. Saat mendapat petunjuk
untuk melakukan sesuatu, biasanya siswa akan melihat teman-teman lainnya baru
kemudian dia sendiri yang bertindak.
3. Cenderung menggunakan
gerakan tubuh (untuk mengekspresikan dan menggantikan kata-kata) saat
mengungkapkan sesuatu.
4. Tak suka bicara di depan
kelompok dan tak suka pula mendengarkan orang lain.
5. Biasanya kurang mampu mengingat
informasi yang diberikan secara lisan.
6. Lebih suka peragaan
daripada penjelasan lisan.
7. Biasanya dapat duduk tenang
di tengah situasi yang ribut dan ramai tanpa merasa terganggu.
2. Gaya Belajar Auditorial
Gaya belajar ini mengandalkan pendengaran
untuk bisa memahami sekaligus mengingatnya. Karakteristik model belajar ini
benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama untuk menyerap informasi
atau pengetahuan. Artinya, untuk bisa mengingat dan memahami informasi
tertentu, yang bersangkutan haruslah mendengarnya lebih dulu. Mereka yang
memiliki gaya belajar ini umumnya susah menyerap secara langsung informasi
dalam bentuk tulisan, selain memiliki kesulitan menulis ataupun membaca.
Di dalam pembelajaran, untuk membantu
siswa-siswa seperti ini, guru bisa menggunakan media tape untuk merekam semua
materi pelajaran yang diajarkan di sekolah. Selain itu, keterlibatan siswa
dalam diskusi juga sangat cocok untuk siswa seperti ini. Bantuan lain yang bisa
diberikan adalah mencoba membacakan informasi, kemudian meringkasnya dalam
bentuk lisan dan direkam untuk selanjutnya diperdengarkan dan dipahami. Langkah
terakhir adalah melakukan review secara verbal dengan teman atau pengajar.
Ciri – ciri gaya belajar auditorial adalah
:
1.Mampu mengingat dengan baik materi yang
didiskusikan dalam kelompok atau kelas.
2.Mengenal banyak sekali lagu atau iklan
TV, bahkan dapat menirukannya secara tepat dan komplet.
3.Cenderung banyak omong.
4.Tak suka membaca dan umumnya memang bukan pembaca yang baik karena
kurang dapat mengingat dengan baik apa yang baru saja dibacanya.
5.Kurang cakap dalam mengerjakan tugas
mengarang/menulis.
6.Kurang tertarik memperhatikan hal-hal
baru di lingkungan sekitarnya, seperti hadirnya siswa baru, adanya papan
pengumuman di pojok kelas dan sebagainya.
3. Gaya Belajar Kinestetik
Gaya belajar ini mengharuskan individu
yang bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia
bisa mengingatnya. Tentu saja ada beberapa karakteristik model belajar seperti
ini yang tak semua orang bisa melakukannya. Karakter pertama adalah menempatkan
tangan sebagai alat penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya.
Hanya dengan memegangnya saja, seseorang yang memiliki gaya belajar ini bisa
menyerap informasi tanpa harus membaca penjelasannya.
Karakter berikutnya dicontohkan sebagai
orang yang tak tahan duduk manis berlama-lama mendengarkan penyampaian
pelajaran. Tak heran kalau individu yang memiliki gaya belajar ini merasa bisa
belajar lebih baik kalau prosesnya disertai kegiatan fisik.
Kelebihannya, mereka memiliki kemampuan
mengkoordinasikan sebuah tim disamping kemampuan mengendalikan gerak tubuh
(athletic ability). Tak jarang, orang yang cenderung memiliki karakter ini
lebih mudah menyerap dan memahami informasi dengan cara menjiplak gambar atau
kata untuk kemudian belajar mengucapkannya atau memahami fakta.
Untuk menerapkannya dalam pembelajaran,
kepada siswa yang memiliki karakteristik-karakteristik di atas dapat
dilakukan dengan menggunakan berbagai model peraga, semisal bekerja di
lab atau belajar yang membolehkannya bermain. Cara sederhana yang juga bisa
ditempuh adalah secara berkala mengalokasikan waktu untuk sejenak beristirahat
di tengah waktu belajarnya.
Ciri- ciri gaya belajar kinestetik :
1. Gemar menyentuh segala sesuatu yang dijumpainya.
2. Amat sulit untuk berdiam
diri/duduk manis.
3. Suka mengerjakan segala
sesuatu yang memungkinkan tangannya sedemikian aktif.
4. Memiliki koordinasi tubuh
yang baik.
5.Suka menggunakan objek nyata sebagai
alat bantu belajar.
6.Mempelajari hal-hal yang abstrak (simbol
matematika, peta, dan sebagainya) dirasa amat sulit oleh siswa dengan gaya
belajar ini.
7.Cenderung terlihat “agak tertinggal”
dibanding teman sebayanya. Padahal hal ini disebabkan oleh tidak cocoknya gaya
belajar siswa dengan metode pengajaran yang selama ini lazim diterapkan di
sekolah-sekolah.
Sama halnya dengan keunikan tiap individu, tiap
orang memiliki gaya belajar sendiri. Perbedaan itu bahkan ada pada anak-anak dari satu keluarga, seperti beda
dengan kakak, adik atau saudara kembar sekalipun.
Contohnya saat mengikuti pelajaran di kelas, ada
siswa yang begitu tekun menyimak meski guru menyampaikan materi pelajaran tak
ubahnya seperti ceramah selama berjam-jam. Ada yang terkesan hanya
memperhatikan sepintas lalu, meski sebetulnya mereka membuat catatan-catatan
kecil di bukunya. Namun jangan ditanya berapa banyak siswa yang merasa bosan dengan
pendekatan belajar yang menempatkan siswa sebagai pendengar setia. Secara
keseluruhan, ada siswa yang lebih mudah menangkap isi pelajaran jika disertai
praktek. Siswa seperti ini lebih suka berkutat di laboratorium mengamati dan
mempelajari berbagai hal nyata ketimbang mendengar penjelasan si guru.
Sedangkan temannya yang lain mungkin lebih tertarik mengikuti pelajaran yang
disertai berbagai aspek gerak. Contohnya, guru yang menerangkan materi pelajaran kesenian sambil sesekali
diselingi nyanyian dan tepuk tangan.
Tidak hanya itu. Ada siswa yang harus bersemedi
dan tutup pintu kamar rapat-rapat supaya bisa konsentrasi belajar. Akan tetapi
cukup banyak yang mengaku justru terbuka pikirannya bila belajar sambil
mendengarkan musik, entah yang mengalun merdu atau malah ingar-bingar.
Sementara sebagian lainnya merasa perlu untuk mengubah materi pelajaran menjadi
komik atau corat-coret yang gampang “dibaca”.
Apa pun gaya belajar yang dipilih pada dasarnya
memiliki tujuan yang sama, yaitu agar yang bersangkutan bisa menangkap materi
pelajaran dengan sebaik-baiknya dan memberi hasil optimal. Bukankah
masing-masing pelajaran juga disampaikan oleh guru yang berbeda dengan karakter
mengajar yang berbeda pula. Itulah mengapa, guru perlu turun tangan mengamati
gaya belajar masing-masing siswa. Dengan memahami hal itu, sebetulnya guru
sudah memberi kontribusi besar dalam keberhasilan belajar siswanya karena siswa
menjadi mudah menangkap materi pelajaran. Buktinya, ketidakpahaman guru
terhadap gaya belajar siswa kerap menimbulkan kesalahpahaman. Ada guru yang
tidak senang melihat siswanya asyik bikin coretan-coretan selagi di kelas. Atau
ada juga guru yang langsung menegur siswa yang terlihat tak bisa diam saat
sedang diajar. Padahal, perilaku corat-coret saat belajar tak mesti berarti ia
enggan belajar. Bisa jadi, ia justru tengah berusaha menangkap materi pelajaran
lewat corat-coretnya tadi.
Tidak sedikit siswa yang cepat mengerti kalau
materi pelajarannya disampaikan lewat gambar atau ilustrasi. Nah, karena guru
tidak membuatnya, maka siswalah yang tergerak menggambari bukunya semata-mata
untuk memudahkan dirinya. Demikian pula dengan siswa-siswa yang terlihat aktif
bergerak ke sana kemari selama di kelas. Siswa seperti ini boleh jadi merupakan
tipe aktif yang selalu kelebihan energi. Ia menyukai aktivitas fisik dan mudah
bosan pada omongan/penjelasan panjang lebar.
2.4 Multiple Intelligence dalam Pembelajaran
Kurikulum pembelajaran apa punnamanya; kurikulum 1994, kurikulum 2004 (KBK), kurikulum 2006 (KTSP), atau kurikulum berikutnya…, dan bagaimanapun pengertian, rumusan, dan prinsip-prinsip dari sejumlah kurikulum tersebut, yang harus dipikirkan selajutnya adalah bagaimana menerapkan kurikulum tersebut dalam proses pembelajaran.
Untuk menunjang
keberhasilan pembelajaran, pada dasarnya adalah menentukan pendekatan
pembelajaran yang sejalan dengan kurikulum tersebut.Membahas pendekatan
pembelajaran, banyak sekali jenis pendekatan yang dapat diterapkan.Di antaranya
pendekatan pembelajaran yang dikembangkan dari suatu teori yang dikenal dengan
teori Multiple Intelligence.Teori tersebut digunakan sebagai
pendekatan pembelajaran, karena di dalamnya membicarakan tentang keberagaman
yang bertautan dengan kompetensi peserta didik.
Pada dasarnya
setiap kurikulum menitikberatktan pada pencapaian suatu kompetensi tertentu
peserta didik.Pendekatan Multiple Intelligence pun memandang bahwa
seseorang/manusia memiliki beberapa potensi kecerdasan.Salah satu dari
kecerdasan setiap peserta didik itulah yang harus dikembangkan, sehingga pada
akhirnya menjadi suatu kompetensi yang sangat dominan dikuasainya.
Teori
Multiple Intelligences bertujuan untuk
mentransformasikan sekolah agar kelak sekolah dapat mengakomodasi setiap
siswa dengan berbagai macam pola pikirnya yang unik. Howard Gardner (1993)
menegaskanbahwa skala kecerdasan yang selama ini dipakai, ternyata memiliki
banyak keterbatasan sehingga kurang dapat meramalkan kinerja yang sukses untuk
masa depan seseorang
Teori Multiple
Intelligence ini dikembangkan oleh Gardner, dengan mendeskripsikan
tujuh kecerdasan manusia dalam Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple
Intelligences (2004), yaitu:
1) Linguistic
intelligence (kecerdasan linguistik) adalah kemampuan untuk berpikir dalam
bentuk kata-kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dan menghargai
makna yang kompleks.
2) Logical-mathematical
intelligence (kecerdasan logika-matematika) merupakan kemampuan dalam
menghitung, mengukur, dan mempertimbangkan proposisi dan hipotesis, serta
menyelesaikan operasi-operasi matematis.
3) Spatial
intelligence (kecerdasan spasial) membangkitkan kapasitas untuk berpikir
dalam tiga cara dimensi seperti yang dapat dilakukan oleh pelaut, pilot,
pemahat, pelukis, dan arsitek. Kecerdasan ini memungkinkan seseorang untuk
merasakan bayangan eksternal dan internal, melukiskan kembali, merubah, atau
memodifikasi bayangan, dan menghasilkan atau menguraikan informasi grafik.
4) Bodily-kinesthetic
intelligence (kecerdasan kinestik-tubuh) memungkinkan seseorang untuk
menggerakan objek dan keterampilan-keterampilan fisik yang halus. Misalnya
kelihatan pada diri atlet, penari, ahli bedah, dan seniman yang mempunyai
keterampilan teknik.
5) Musical intelligence (kecerdasan musik) jelas terlihat pada seseorang yang memiliki sensitivitas pada pola titinada, melodi, ritme, dan nada. Misalnya pada seorang komposer, konduktor, musisi, kritikus, dan pembuat alat musik juga pendengar yang sensitif.
6) Interpersonal intelligence (kecerdasan interpersonal) merupakan kemampuan untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Hal ini terlihat pada guru, pekerja sosial, artis, atau politisi yang sukses.
5) Musical intelligence (kecerdasan musik) jelas terlihat pada seseorang yang memiliki sensitivitas pada pola titinada, melodi, ritme, dan nada. Misalnya pada seorang komposer, konduktor, musisi, kritikus, dan pembuat alat musik juga pendengar yang sensitif.
6) Interpersonal intelligence (kecerdasan interpersonal) merupakan kemampuan untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Hal ini terlihat pada guru, pekerja sosial, artis, atau politisi yang sukses.
7) Intrapersonal
intelligence (kecerdasan intrapersonal) merupakan kemampuan untuk membuat
persepsi yang akurat tentang diri sendiri dan menggunakan pengetahuan semacam
itu dalam merencanakan dan mengarahkan kehidupan seseorang. Misalnya terlihat
pada ahli ilmu agama, ahli psikologi, dan ahli filsafat.
Jika kita
tautkan ketujuh kecerdasan yang dimiliki manusia tersebut dalam pembelajaran,
maka dapat disimpulkan bahwa “Sebaiknya Multiple Intelligence
(multikecerdasan) digunakan dan diterapkan sebagai pendekatan pelaksanaan
kegiatan pembelajaran.” Setiap manusia (peserta didik) tentu akan memiliki
potensi yang sesuai dengan salah satu kecerdasan di atas. Dengan demikian, maka
diharapkan salah satu potensi kompetensi dari peserta didik dapat muncul dan
dapat dikembangkan.
Salah satu hal
yang perlu diperhatikan dalam Multiple Intelligence adalah adanya
tanggung jawab lembaga-lembaga pendidikan, dan kecerdikan seorang guru dalam
memerhatikan bakat masing-masing siswa (peserta didik).Di dalam maupun di luar
sekolah, setiap siswa harus berhasil menemukan paling tidak satu wilayah
kemampuan yang sesuai dengan potensi kecerdasannya. Jika hal itu berhasil
ditemukan oleh siswa dengan bimbingan guru, maka akan menimbulkan kegembiraan
dalam proses pembelajaran, bahkan akan membangkitkan ketekunan dalam
upaya-upaya penguasaan disiplin keilmuan tertentu. Penerapkan pendekatan Multiple
Intelligence dalam pembelajaran, harus memerhatikan beberapa langkah,
meliputi:
1)
Mengidentifikasi elemen-elemen Multiple Intelligence dalam program
kurikuler dan ekstrakurikuler. Misalnya memasukkan program seni ke dalam
kurikulum.
2) Meninjau
kembali sistem teknologi dan program piranti lunak untuk melihat
kecerdasan-kecerdasan apa yang terabaikan.
3) Para guru
merenungkan kemampuan peserta didik, kemudian memutuskan untuk secara sukarela
bekerjasama dengan rekan-rekan yang lain.
4) Proses
pembelajaran dengan tanggung jawab tertentu, bisa dipilih sebagai metode
pembelajaran.
5) Diskusi
dengan orang tua siswa dan anggota masyarakat sehingga dapat membuka
kesempatan-kesempatan magang bagi para siswa.
Di samping
langkah-langkah di atas, sebagai upaya untuk memadukan pendekatan Multiple
Intelligence dalam pembelajaran, perlu juga memerhatikan hal-hal berikut:
1) Persepsi
tentang siswa harus diubah
Selama ini kita
selalu memiliki persepsi terhadap siswa, bahwa siswa itu cerdas, rata-rata,
dungu, dan lain-lain.Persepsi inilah yang harus diubah. Sebaiknya para pendidik
memberikan perhatian kepada berbagai macam cara yang dilakukan siswa untuk
memecahkan masalah-masalah mereka dan mengaplikasikan apa yang telah mereka
pelajari. Kita harus menerima bahwa siswa memiliki profil-profil kognitif
dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Guru harus menyediakan
kesempatan-kesempatan belajar yang kaya, mempertajam kemampuan-kemampuan
observasi mereka, mengumpulkan informasi tentang bakat dan kegemaran siswa,
serta mempelajari kecerdasan-kecerdasan yang tidak biasa.
2) Guru
membutuhkan dukungan dan waktu untuk memperluas daftar pengajaran mereka.
Jika proses
pembelajaran ingin mencapai tujuan bahwa siswa harus memiliki pengetahuan,
nilai dan sikap, serta keterampilan yang seimbang, maka jam belajar yang selama
ini hanya cukup untuk menguasai pengetahuan saja harus diubah dengan memperluas
jam belajar. Hal ini perlu dilakukan tiada lain untuk:
a. Memberi dukungan dan
melakukan praktek.
b. Meminta guru tertentu yang
memiliki kemampuan tinggi dalam sebuah kecerdasan untuk memberikan pelatihan.
c. Mengintegrasikan para
spesialis yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu.
d. Mengunjungi lokasi-lokasi
lain sebagai bahan perbandingan proses pembelajaran.
3)PendekatanMultiple
Intelligence dan pembelajaran.
Kurikulum pada
dasarnya berfokus pada pengetahuan yang mendalam dan pengembangan kemampuan.Dalam
hal ini, pembelajaran tidak harus menekankan pengajaran melaui kecerdasan,
tetapi yang harus mendapat penekanan adalah bahwa pembelajaran itu untuk
kecerdasan atau penguasaan kompetensi tertentu sesuai dengan minat dan bakat
siswa.
4)Diperlukan
pendekatan baru terhadap proses penilaian. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
aktivitas penilaian, yaitu:
a. Bagaimana menilai kecerdasan
siswa;
b. Bagaimana meningkatkan
penilaian secara umum dalam hal kognitif, apektif, dan psikomotorik;
c. Bagaimana melibatkan siswa
dalam proses penilaian.
5) Praktik
profesional menuju ke arah perkembangan
Tingkat
profesionalime para pendidik perlu dimiliki setiap guru, sehingga tantangan
yang dihadapi terutama dalam menentukan model program yang akan dilakukan di
kelas, tepat dan sesuai dengan kompetensi siswa.
Pernyataan-pernyataan
lain yang harus menjadi bahan renungan para guru, dapat diidentifikasi sebagai
berikut:
a. Bagaimana
guru, siswa, administrator sekolah, orang tua, dan anggota masyarakat dapat
memperoleh informasi yang memadai tentang kemampuan manusia serta
implikasi-implikasinya bagi pendekatan-pendekatan baru di bidang pendidikan?
b. Bagaimana
memasukkan strategi-strategi belajar dan mengajar yang mampu memenuhi kebutuhan
seluruh siswa ke dalam program-program pengembangan pembelajaran?
c. Bagaimana
menyesuaikan lingkungan sekolah agar dapat menawarkan program-program yang
lebih kaya dan bervariasi?
d. Bagaimana
mengembangkan persepsi kita tentang siswa?
e. Bagaimana
memperluas data-data pengajaran dan penilaian?
f.
Konsep-konsep apakah yang mesti dipelajari siswa?
g. Anggota
masyarakat manakah yang dapat menjadi penasihat atau dapat memberi kesempatan
magang?
h. Bagaimana
para pendidik belajar untuk mengkombinasikan strategi-strategi pendidikan yang
paling efektif dengan menggunakan teknologi yang paling praktis dan paling
cerdas?
2.5
Asesmen proses belajar
2.5.1
Pengertian
Asesmen merupakan proses mendokumentasi, melalui proses pengukuran,
pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan keyakinan peserta didik. Dapat dinyatakan
pula bahwa asesmen merupakan kegiatan sistematik untuk memperoleh informasi
tentang apa yang diketahui, dilakukan, dikerjakan oleh peserta didik. Ada
berbagai pendapat mengenai asesmen, diantaranya adalah:
1. Khan, Hardas, dan Ma (2005)
Menyatakan bahwa asesmen merupakan prosesmendokumentasikan
pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan keyakinan.
2. NAEYC (1990).
Menyatakan bahwa asesmen merupakan proses pengamatan, pencatatan,
dan pendokumentasian pekerjaan yang dilakukan peserta didik dan cara-cara
peserta didik mengerjakannya, untuk dijadikan sebagai dasar dari berbagai
pembuatan keputusan pendidikan yang mempengaruhi anak
3. Dodge dan Bickart (1994).
Menyatakan bahwa asesmen merupakan proses memperoleh informasi
tentang anak untuk membuatkeputusan tentang pendidikannya
4. Hills (1992)
Menyatakan bahwa asesmen terdiri atas tahap pengumpulan data tntang
perkembangan dan belajar peserta didik, menentukan kebermaknaan tujuan program,
memadukan informasi kedalam perencanaan program, dan mengkomunikasikan temuan
kepada orang tua dan pihak-pihak yang berkepentingan
2.5.2 Tujuan Asesmen
Asesmen pembelajaran memiliki dua tujuan, yaitu tujuan isi dan
tujuan proses (Herman, Aschbacher, and Winters, 1992). Tujuan pembelajaran
asesmen pada dasarnya tergantung pada penggunaan jenis-jenis asesmen. Ada empat
jenis asesmen dalam pembelajaran, yaitu
1. Asesmen Formatif dan Sumatif
Asesmen sumatif biasanya dilaksanakan diakhir pembelajaran, dan
digunakan untuk membuat keputusan tentang kenaikan kelas peserta didik. Asesmen
formatif umumnya dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung.
2. Asesmen objektif dan subjektif
Asesmen bentuk objektif merupakan bentuk pertanyaan yang memiliki
satu jawaban yangbenar.Asesmen subjektif merupakan bentuk pertanyaan yang
memiliki lebih dari satu jawaban yang benar.
3. Asesmen acuan patokan dan acuan normative
Asesmen acuan patokan, biasanya menggunakan tes acuan patokan,
merupakan asesmen yang digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik
berdasarkan criteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
2.5.3 Prinsip-prinsip Asesmen
Prinsip dalam menerapkan asesmen ada tujuh macam, prinsip-prinsip
tersebut memberikan visi tentang cara-cara mentransformasikan asesmen sebagai
bagian dari reformasi sekolah dengan focus utama pada perbaikan asesmen kelas
untuk mendukung belajar. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
1. Tujuan utama asesmen adalah memperbaiki belajar peserta didik
2. Asesmen bertujuan untuk mendukung belajar peserta didik
3. Objektif bagi semua peserta didik
4. Kolaborasi professional
5. Partisipasi Komite Sekolah dalam Pengembangan Asesmen
6. Keteraturan dan Kejelasan Komunikasi mengenai Asesmen
7. Peninjauan Kembali dan Perbaikan Asesmen
Asesmen Autentik
Asesmen berbasis kinerja merupakan bentuk ujian dimana peserta didik
menjawab suatu pertanyaan atau membuat produk atau mendemonstrasikan
keterampilan atau menampilkan kemampuan.Penerapan asesmen berbasis kinerja
mempersyaratkan peserta didik secara aktif menyelesaikan tugas-tugas kompleks
dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan tingkat tinggi yang telah
dimiliki dalam memecahkan masalah yang bersifat realistik atau autentik.Asesmen
kinerja umumnya mendekati kehidupan nyata, dimana peserta didik harus
mengerjakan tugas dalam batas waktu tertentu.
Asesmen autentik merupakan jenis asesmen kinerja. Nama autentik diperoleh dari focus teknik evaluasi yang digunakan untuk mengukur tugas-tugas kompleks, relevan, dan di dalam dunia nyata. Asesmen autentik dapat berbentuk karya ilmiah dan memperbaiki karya tulis ilmiah, memberikan analisis tentang peristiwa-peristiwa secara tertulis atau lisan, berkolaborasi dengan orang lain dalam melaksanakan penelitian. Tugas-tugas tersebut mempersyaratkan peserta didik mensintesis pengetahuan dan membuat jawaban dengan benar.Validitas asesmen autentik didasarkan pada relevansi materi yang tersaji di dalam kurikulum dengan keterterapannya dalam dunia nyata.Asesmen autentik itu dapat memperoleh reabilitas tinggi bila menggunakan criteria evaluasi yang telah ditentukan sebelumnya.
Asesmen autentik merupakan jenis asesmen kinerja. Nama autentik diperoleh dari focus teknik evaluasi yang digunakan untuk mengukur tugas-tugas kompleks, relevan, dan di dalam dunia nyata. Asesmen autentik dapat berbentuk karya ilmiah dan memperbaiki karya tulis ilmiah, memberikan analisis tentang peristiwa-peristiwa secara tertulis atau lisan, berkolaborasi dengan orang lain dalam melaksanakan penelitian. Tugas-tugas tersebut mempersyaratkan peserta didik mensintesis pengetahuan dan membuat jawaban dengan benar.Validitas asesmen autentik didasarkan pada relevansi materi yang tersaji di dalam kurikulum dengan keterterapannya dalam dunia nyata.Asesmen autentik itu dapat memperoleh reabilitas tinggi bila menggunakan criteria evaluasi yang telah ditentukan sebelumnya.
Asesmen kinerja memiliki kemampuan untuk mengetahui minat peserta
didik, memperbaiki prestasi belajar, meningkatkan standar akademik, dan
meningkatkan pengembangan kurikulum yang lebih terpadu. Tahap-tahap yang harus
dilalui dalam melaksanakan asesmen kinerja adaalah sebagai berikut:
1. Identifikasi hasil pembelajaran
2. Kembangkan tugas-tugas yang dapat dilakukan peserta didik dalam
mempelajari tujuan pembelajaran.
3. Identifikasi hasil belajar tambahan yang didukung oleh tugas
4. Rumuskan criteria dan tingkat kinerja untuk mengevaluasi kinerja
peserta didik
Asesmen Portofolio
Asesmen portofolio merupakan bentuk evaluasi kinerja yang paling
popular. Portofolio biasanya berbentuk file atau folder yang berisi koleksi
karya peserta didik. Portofolio yang dirancang dengan baik berisi karya peserta
didik yang berkaitan dengan tugas-tugas instruksional, dan mencerminkan
pencapaian tujuan kurikulum.Sebagai produk dari kegiatan pembelajaran,
portofolio menggambarkan keterampilan berpikir komples dan belajar kontekstual.Pembuatan
portofolio dapat digunakan untuk merekam karya peserta didik, mengkomunikasikan
pekerjaannya, dan menghubungkan pekerjaanpeserta didik dengan konteks yang
lebih luas. Portofolio dapat dimaksudkan untuk memotivasi peserta didik,
meningkatkan belajar melalui refleksi dan asesmen diri, dan digunakan untuk
menilai proses menulis dan berpikir peserta didik. Isi portofolio dapat
digunakan untuk mengukur kebutuhan peserta didik tertentu atau pada
bidang-bidang tertentu.
Portofolio dapat dievaluasi dengan dua cara yakni yang pertama, evaluasi berbasis kriteria. Kemajuan peserta didik dibandingkan dengan standar kinerja yang sesuai dengan kinerja peszerta didik lainnya, atau kurikulum.Teknik evaluasi yang kedua adalah mengukur kemajuan peserta didik individual pada periode waktu tertentu. Teknik ini digunakan s=asesmen perubahan pengetahuan atau ketermpilan peserta didik.
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengases portofolio. Metode evaluasi portofolio dapat dioperasionalkan dengan menggunakan rubric, yakni pedoman penskoran yang berisi rumusan semua dimensi yang diases. Rubric dapat berbentuk holistic yang menghasilkan skor tunggal atau dapat berbentuk analitik yang bmenghasilkan beberapa skor.Penentuan rangking yang bersifat holistic, kadang-kadang menggunakan asesmen portofolio, didasarkan pada kesan umum dari suatu kinerja.Beberapa masalah berkenaan dengan asesmen portofolio.Salah satunya adalah ketika asesmen ini digunakan dalam skala besar, karena portofolio memerlukan banyak waktu dan biaya dalam melaksanakan evaluasi, terutama bila dibandingkan dengan jenis evaluasinya.
Ada berbagai cara untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan objektivitas dan reliabilitas asesmen portofolio. Pertama, ketika menilai kinerja, penggunaan rentang skor kecil, dapat menghasilkan skor yang lebih reliable jika dibandingkan dengan penggunaan rentang skor yang lebih besar.Kedua, peningkatan objektivitas asesmen portofolio dapat menggunakan beberapa evaluator. Ketiga, untuk menguji reliabilitas kor adalah menilai kembali portopolio selama periode waktu tertentu.dalam menerapkan asesmen portofolio, ada beberapa tahap yang harus dilalui, yaitu:
Portofolio dapat dievaluasi dengan dua cara yakni yang pertama, evaluasi berbasis kriteria. Kemajuan peserta didik dibandingkan dengan standar kinerja yang sesuai dengan kinerja peszerta didik lainnya, atau kurikulum.Teknik evaluasi yang kedua adalah mengukur kemajuan peserta didik individual pada periode waktu tertentu. Teknik ini digunakan s=asesmen perubahan pengetahuan atau ketermpilan peserta didik.
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengases portofolio. Metode evaluasi portofolio dapat dioperasionalkan dengan menggunakan rubric, yakni pedoman penskoran yang berisi rumusan semua dimensi yang diases. Rubric dapat berbentuk holistic yang menghasilkan skor tunggal atau dapat berbentuk analitik yang bmenghasilkan beberapa skor.Penentuan rangking yang bersifat holistic, kadang-kadang menggunakan asesmen portofolio, didasarkan pada kesan umum dari suatu kinerja.Beberapa masalah berkenaan dengan asesmen portofolio.Salah satunya adalah ketika asesmen ini digunakan dalam skala besar, karena portofolio memerlukan banyak waktu dan biaya dalam melaksanakan evaluasi, terutama bila dibandingkan dengan jenis evaluasinya.
Ada berbagai cara untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan objektivitas dan reliabilitas asesmen portofolio. Pertama, ketika menilai kinerja, penggunaan rentang skor kecil, dapat menghasilkan skor yang lebih reliable jika dibandingkan dengan penggunaan rentang skor yang lebih besar.Kedua, peningkatan objektivitas asesmen portofolio dapat menggunakan beberapa evaluator. Ketiga, untuk menguji reliabilitas kor adalah menilai kembali portopolio selama periode waktu tertentu.dalam menerapkan asesmen portofolio, ada beberapa tahap yang harus dilalui, yaitu:
1. Perencanaan dan pengoorganisasian
a. Kembangkan perencanaan portofolio yang bersifat fleksibel
b. Rencanakan waktu secukupnya agar peserta didik mempersiapkan dan
mendiskusikan aspek-aspek portofolio.
c. Mulai dengan satu aspek belajar dan hasil belajar peserta didik,
kemudian semakin meningkat sejalan dengan apa yang dipelajari peserta didik.
d. Pilih aspek-aspek yang dimasukkan di dalam portofolio yang mampu
menunjukkan kemajuan peserta didik atau penguasaan tujuan pembelajaran
e. Pilih setidaknya dua aspek yakni indicator yang diperlukan atau
aspek-aspek inti, dan sampel pekerjaan yang dipilih.
2. Implementasi
a. Lekatkan perkembangan aspek-aspek portofolio di dalam kegiatan
kelas yang sedang berlangsung untuk menghemat waktu.
b. Berikan tanggung jawab kepada peserta didik untuk
mempersiapkan,menilai, dan menyimpan portofolio.
c. Catat komentar pendidik dan peserta didik dengan segara terhadap
portofolio tersebut.
d. Selektif dalam artian bukan sebagai kumpulan sampel karya peserta
didik yang sembarangan.
3. Hasil
a. Analisis aspek-aspek portofolio untuk memahami pengetahuan dan
keterampilan peserta didik.
b. Gunakan informasi portofolio itu untuk mendokumentasikan kegiatan
belajar peserta didik, untuk disampaikan kepada orang tua, dan memperbaiki
pembelajaran di kelas.
BAB III
PENUTUP
A. Learning style
Tiap individu memiliki kekhasan sejak lahir dan
diperkaya melalui pengalaman hidup. Yang pasti semua orang belajar melalui alat
inderawi, baik penglihatan, pendengaran, dan kinestetik. Setiap orang memiliki
kekuatan belajar atau gaya belajar. Semakin kita mengenal baik gaya belajar
kita maka akan semakin mudah dan lebih percaya diri di dalam menguasai suatu
keterampilan dan konsep-konsep dalam hidup.
Salah satu faktor yang mempengaruhi cara belajar
siswa adalah persepsi, yaitu bagaimana dia memperoleh makna dari lingkungan.
Persepsi diawali lima indera: mendengar, melihat, mengecap, mencium,dan merasa.
Di dunia pendidikan, istilah gaya balajar mengacu khusus untuk penglihatan,
pendengaran, dan kinestetik. Gaya belajar visual menyangkut penglihatan dan bayangan
mental. Gaya belajar pendengaran merujuk pada pendengaran dan pembicaraan. Gaya
belajar kinestetik merujuk gerakan besar dan kecil.
Dengan memahami gaya belajar siswa berarti akan
membuat siswa lebih bahagia, karena respons guru terhadap kebutuhan dirinya
tepat, dengan demikian informasi yang diberikan kepadanya akan lebih mudah
terserap.
B.Multiple Intelligence
Untuk menunjang keberhasilan pembelajaran, pada dasarnya adalah
menentukan pendekatan pembelajaran yang sejalan dengan kurikulum tersebut.Membahas
pendekatan pembelajaran, banyak sekali jenis pendekatan yang dapat
diterapkan.Di antaranya pendekatan pembelajaran yang dikembangkan dari suatu
teori yang dikenal dengan teori Multiple Intelligence.Teori tersebut
digunakan sebagai pendekatan pembelajaran, karena di dalamnya membicarakan
tentang keberagaman yang bertautan dengan kompetensi peserta didik.Pada
dasarnya setiap kurikulum menitikberatktan pada pencapaian suatu kompetensi
tertentu peserta didik.Pendekatan Multiple Intelligence pun memandang
bahwa seseorang/manusia memiliki beberapa potensi kecerdasan.Salah satu dari
kecerdasan setiap peserta didik itulah yang harus dikembangkan, sehingga pada
akhirnya menjadi suatu kompetensi yang sangat dominan dikuasainya.
C. Asesmen hasil belajar
Asesmen merupakan kegiatan sistematik untuk memperoleh informasi
tentang apa yang diketahui, dilakukan, dikerjakan oleh peserta didik. Asesmen
biasanya berkaitan dengan prestasi peserta didik.Dalam pemakaian paling sempit,
asesmen disamakan dengan ujian. Asesmen memiliki dua tujuan, yaitu tujuan isi
dan tujuan proses.
Asesmen ada dua macan, asesmen autentik (asesmen kinerja) dan asesmen portfolio.Asesmen autentik memilii kemampuan untuk mengetahui minat peserta didik, meningkatkan prestasi belajar, meningkatkan standar akademik, dan meningkatkan pengembangan kurikulum yang lebih terpadu, sedangkan asesmen portfolio merupakan hasil evaluasi kerja.Dalam kegiatan belajar mengajar, asesmen ini dianggap sangat penting, karena selain dapat mengevaluasi hasil belajar peserta didik, juga bisa menjadi penambah semangat bagi peserta didik agar mencapai hasil yang maksimal.
Asesmen ada dua macan, asesmen autentik (asesmen kinerja) dan asesmen portfolio.Asesmen autentik memilii kemampuan untuk mengetahui minat peserta didik, meningkatkan prestasi belajar, meningkatkan standar akademik, dan meningkatkan pengembangan kurikulum yang lebih terpadu, sedangkan asesmen portfolio merupakan hasil evaluasi kerja.Dalam kegiatan belajar mengajar, asesmen ini dianggap sangat penting, karena selain dapat mengevaluasi hasil belajar peserta didik, juga bisa menjadi penambah semangat bagi peserta didik agar mencapai hasil yang maksimal.
siiipp
BalasHapus