Rabu, 07 Desember 2011

makalah belajar pembelajaran


BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang Masalah
Kegiatan pembelajaran di sekolah adalah kegiatan pendidikan pada umumnya, yang menjadikan siswa menuju keadaan yang lebih baik.Pendidikan dalam hal ini sekolah tidak dapat lepas dari peran guru sebagai fasilitator dalam penyampaian materi. Profesionalisme seorang guru sangatlah dibutuhkan guna terciptanya suasana proses belajar mengajar yang efisien dan efektif dalam pengembangan siswa yang memiliki kemampuan beragam. Pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilakau kearah yang lebih baik.
Pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran yang artinya sebelum siswa belajar harus melalui sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan sehari hari yang masalahnya bersifat tertutup dan terbuka.Oleh karena itu pada proses pembelajaran guru perlu meningkatkan kemampuan menjadi guru professional dan kreatif dalam mengembangkan kemampuan mengajar sehingga siswa dapat maksimal walaupun dalam kenyataannya guru-guru di Indonesia sebagian besar masih mempertahankan metode-metode pembelajaran lama. Kemampuan guru sebagai salah satu usaha meningkatkan mutu pendidikan disekolah dimana guru merupakan elemen di sekolah yang secara langsung dan aktif bersinggungan dengan siswa, kemampuan yang dimaksudkan adalah kemampuan mengajar dengan menerapkan model pembelajarn yan tepat, efisien dan efektif.
Menurut UNESCO: “learning to know, learning to do, learning to be, and learning to live together “ siswa bukan hanya duduk diam dan mendengarkan. Siswa harus diberdayakan agar siswa mau serta mampu berbuat untuk memperkaya pengelaman belajar (learning to do ). Interaksi siswa dengan lingkungannya menuntut mereka untuk memahami pengetahuan yang berkaitan dengan dunia sekitarnya (learning to know).Interaksi tersebut diharapkan siswa dapat membangun jati diri (learning to be). Kesempatan berinteraksi dengan berbagai individu atau kelompok yang bervariasi akan membentuk kepribadian untuk memahami kebersamaan, bersikap toleransi terhadap teman (learning to live together). Untuk mencapai tujuan yang diatas dibutuhkan metode pengajaran yang sesuai dalam proses pembelajaran.

1.2 Perumusan Masalah
1. pengertian gaya belajar atau learning style
2. macam-macam gaya belajar
3. pengertian Multiple Intelligence dalam Pembelajaran
4. pengertian asesmen proses belajar
5. tujuan asesmen
6. prinsip-prinsip asesmen

1.3 Tujuan Penelitian
1. untuk mengetahui pengertian learning style
2. mengetahui macam-macam gaya belajar
3. mengetahui apa yang dimaksud dengan multiple intelligence dalam pembelajaran
4. mengetahui pengertian asesmen
5. mengetahui tujuan asesmen
6. mengetahui prinsip-prinsip asesmen





BAB II
PEMBAHASAN



Gaya belajar atau learning style adalah kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, di sekolah, dan dalam situasi-situasi antar pribadi. Ketika menyadari bahwa bagaimana seseorang menyerap dan mengolah informasi, belajar dan berkomunikasi menjadi sesuatu yang mudah dan menyenangkan.
Perlu disadari bahwa tidak semua orang punya gaya belajar yang sama. Walaupun bila mereka berada  di sekolah atau bahkan duduk di kelas yang sama. Kemampuan seseorang untuk memahami dan menyerap pelajaran sudah pasti berbeda tingkatnya. Ada yang cepat, sedang dan ada pula yang sangat lambat. Karenanya, mereka seringkali harus menempuh cara berbeda untuk bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama.
Di lingkungan sekolah, sebagian siswa lebih suka guru mereka mengajar dengan cara menuliskan segalanya di papan tulis. Dengan begitu mereka bisa membaca, kemudian mencoba memahaminya. Sebagian siswa lain lebih suka guru mereka mengajar dengan cara menyampaikannya secara lisan dan mereka mendengarkan untuk bisa memahaminya. Sementara itu, ada siswa yang lebih suka membentuk kelompok kecil untuk mendiskusikan pertanyaan yang menyangkut pelajaran tersebut.
Cara lain yang juga kerap disukai banyak siswa adalah model belajar yang menempatkan guru tak ubahnya seorang penceramah. Guru diharapkan bercerita panjang lebar tentang beragam teori dengan segudang ilustrasinya, sementara para siswa mendengarkan sambil menggambarkan isi ceramah itu dalam bentuk yang hanya mereka pahami sendiri.
Apa pun cara yang dipilih, perbedaaan gaya belajar itu menunjukkan cara tercepat dan terbaik bagi setiap individu bisa menyerap sebuah informasi dari luar dirinya. Oleh karena itu, sebagai seorang guru bisa memahami bagaimana perbedaan gaya belajar pada siswanya, dan mencoba menyadarkan siswanya akan perbedaan tersebut, mungkin akan lebih mudah bagi guru untuk menyampaikan informasi secara lebih efektif dan efisien.

2.1 Pengertian gaya belajar atau learning style
Gaya belajar mengacu pada cara belajar yang lebih disukai pebelajar. Umumnya, dianggap bahwa gaya belajar seseorang berasal dari variabel kepribadian, termasuk susunan kognitif dan psikologis latar belakang sosio cultural, dan pengalaman pendidikan (Nunan, 1991: 168).
Keanekaragaman gaya belajar siswa perlu diketahui pada awal permulaannya diterima pada suatu lembaga pendidikan yang akan ia jalani. Hal ini akan memudahkan bagi pebelajar untuk belajar maupun pembelajar untuk mengajar dalam proses pembelajaran. Pebelajar akan dapat belajar dengan baik dan hasil belajarnya baik, apabila ia mengerti gaya belajarnya. Hal tersebut memudahkan pembelajar dapat menerapkan pembelajaran dengan mudah dan tepat     ( Kolb 1984 ).
Tiap individu memiliki kekhasan sejak lahir dan diperkaya melalui pengalaman hidup. Yang pasti semua orang belajar melalui alat inderawi, baik penglihatan, pendengaran, dan kinestetik. Setiap orang memiliki kekuatan belajar atau gaya belajar. Semakin kita mengenal baik gaya belajar kita maka akan semakin mudah dan lebih percaya diri di dalam menguasai suatu keterampilan dan konsep-konsep dalam hidup.
Salah satu faktor yang mempengaruhi cara belajar siswa adalah persepsi, yaitu bagaimana dia memperoleh makna dari lingkungan. Persepsi diawali lima indera: mendengar, melihat, mengecap, mencium,dan merasa. Di dunia pendidikan, istilah gaya balajar mengacu khusus untuk penglihatan, pendengaran, dan kinestetik. Gaya belajar visual menyangkut penglihatan dan bayangan mental. Gaya belajar pendengaran merujuk pada pendengaran dan pembicaraan. Gaya belajar kinestetik merujuk gerakan besar dan kecil.
Dengan memahami gaya belajar siswa berarti akan membuat siswa lebih bahagia, karena respons guru terhadap kebutuhan dirinya tepat, dengan demikian informasi yang diberikan kepadanya akan lebih mudah terserap.

2.2 Munculnya gaya belajar pada anak
Kapan gaya belajar ini mulai dimiliki oleh seorang anak? Sebenarnya, gaya belajar anak dipengaruhi oleh faktor bawaan atau sudah dari sananya. Ada anak yang memang memiliki fisik kuat dan prima sehingga cenderung memiliki gaya belajar kinestetik. Atau ada juga anak yang memiliki rasa seni tinggi sehingga gaya belajar visual lebih melekat dalam dirinya.
Jika salah satu indra kurang berfungsi secara maksimal, maka umumnya indra lain akan menggantikannya. Jika penglihatan seorang anak kurang berfungsi, maka indra pendengarannya lebih menonjol sehingga ia lebih peka terhadap suara atau bunyi-bunyian. Contohnya, para penyandang tunanetra biasanya memiliki indra pendengaran yang sangat tajam.
Selain itu, pola asuh juga memegang peran penting dalam kemunculan gaya belajar seseorang. Maksudnya, gaya belajar ditentukan oleh sejauh mana orang tua melakukan stimulasi terhadap masing-masing indra anaknya. Anak yang sejak kecil terbiasa dibacakan dongeng, boleh jadi akan terbiasa untuk mengasah kemampuan pendengarannya. Ia juga bisa cepat mencerna ucapan sang pendongeng. Akibatnya, anak akan cenderung menjadi seorang auditory learner dalam gaya belajarnya. Sementara anak seorang pelukis yang mayoritas waktunya lebih tercurah untuk mengamati detail-detail gambar orang tuanya biasanya akan menjadi seseorang dengan tipe belajar visual.

2.3 Macam-macam gaya belajar
1. Gaya belajar Visual
Gaya belajar visual (visual learner) menitikberatkan ketajaman penglihatan. Artinya, bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar siswa paham. Ciri-ciri siswa yang memiliki gaya belajar visual adalah kebutuhan yang tinggi untuk melihat dan menangkap informasi secara visual sebelum ia memahaminya.
Siswa yang memiliki gaya belajar visual menangkap pelajaran lewat materi bergambar. Selain itu, ia memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna, disamping mempunyai pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik. Hanya saja biasanya ia memiliki kendala untuk berdialog secara langsung karena terlalu reaktif terhadap suara, sehingga sulit mengikuti anjuran secara lisan dan sering salah menginterpretasikan kata atau ucapan.
Gaya belajar ini dapat diterapkan dalam pembelajaran, dengan menggunakan beberapa pendekatan : menggunakan beragam bentuk grafis untuk menyampaikan informasi/materi pelajaran berupa film, slide, ilustrasi, coretan atau kartu-kartu gambar berseri untuk menjelaskan suatu informasi secara berurutan
Ciri – ciri gaya belajar ini adalah :
1.   Senantiasa berusaha melihat bibir guru yang sedang mengajar.
2.   Saat mendapat petunjuk untuk melakukan sesuatu, biasanya siswa akan melihat teman-teman lainnya baru kemudian dia sendiri yang bertindak.
3.   Cenderung menggunakan gerakan tubuh (untuk mengekspresikan dan menggantikan kata-kata) saat mengungkapkan sesuatu.
4.   Tak suka bicara di depan kelompok dan tak suka pula mendengarkan orang lain.
5.   Biasanya kurang mampu mengingat informasi yang diberikan secara lisan.
6.   Lebih suka peragaan daripada penjelasan lisan.
7.   Biasanya dapat duduk tenang di tengah situasi yang ribut dan ramai tanpa merasa terganggu.

2. Gaya Belajar Auditorial
Gaya belajar ini mengandalkan pendengaran untuk bisa memahami sekaligus mengingatnya. Karakteristik model belajar ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama untuk menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, untuk bisa mengingat dan memahami informasi tertentu, yang bersangkutan haruslah mendengarnya lebih dulu. Mereka yang memiliki gaya belajar ini umumnya susah menyerap secara langsung informasi dalam bentuk tulisan, selain memiliki kesulitan menulis ataupun membaca.
Di dalam pembelajaran, untuk membantu siswa-siswa seperti ini, guru bisa menggunakan media tape untuk merekam semua materi pelajaran yang diajarkan di sekolah. Selain itu, keterlibatan siswa dalam diskusi juga sangat cocok untuk siswa seperti ini. Bantuan lain yang bisa diberikan adalah mencoba membacakan informasi, kemudian meringkasnya dalam bentuk lisan dan direkam untuk selanjutnya diperdengarkan dan dipahami. Langkah terakhir adalah melakukan review secara verbal dengan teman atau pengajar.
Ciri – ciri gaya belajar auditorial adalah :
1.Mampu mengingat dengan baik materi yang didiskusikan dalam kelompok atau kelas.
2.Mengenal banyak sekali lagu atau iklan TV, bahkan dapat menirukannya secara tepat dan komplet.
3.Cenderung banyak omong.
4.Tak suka membaca dan umumnya memang bukan pembaca yang baik karena kurang dapat mengingat dengan baik apa yang baru saja dibacanya.
5.Kurang cakap dalam mengerjakan tugas mengarang/menulis.
6.Kurang tertarik memperhatikan hal-hal baru di lingkungan sekitarnya, seperti hadirnya siswa baru, adanya papan pengumuman di pojok kelas dan sebagainya.

3. Gaya Belajar Kinestetik
Gaya belajar ini mengharuskan individu yang bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya. Tentu saja ada beberapa karakteristik model belajar seperti ini yang tak semua orang bisa melakukannya. Karakter pertama adalah menempatkan tangan sebagai alat penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya. Hanya dengan memegangnya saja, seseorang yang memiliki gaya belajar ini bisa menyerap informasi tanpa harus membaca penjelasannya.
Karakter berikutnya dicontohkan sebagai orang yang tak tahan duduk manis berlama-lama mendengarkan penyampaian pelajaran. Tak heran kalau individu yang memiliki gaya belajar ini merasa bisa belajar lebih baik kalau prosesnya disertai kegiatan fisik.
Kelebihannya, mereka memiliki kemampuan mengkoordinasikan sebuah tim disamping kemampuan mengendalikan gerak tubuh (athletic ability). Tak jarang, orang yang cenderung memiliki karakter ini lebih mudah menyerap dan memahami informasi dengan cara menjiplak gambar atau kata untuk kemudian belajar mengucapkannya atau memahami fakta.
Untuk menerapkannya dalam pembelajaran, kepada siswa  yang memiliki karakteristik-karakteristik di atas dapat dilakukan  dengan menggunakan berbagai model peraga, semisal bekerja di lab atau belajar yang membolehkannya bermain. Cara sederhana yang juga bisa ditempuh adalah secara berkala mengalokasikan waktu untuk sejenak beristirahat di tengah waktu belajarnya.
Ciri- ciri gaya belajar kinestetik :
1. Gemar menyentuh segala sesuatu yang dijumpainya.
2. Amat sulit untuk berdiam diri/duduk manis.
3.  Suka mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan tangannya sedemikian aktif.
4.  Memiliki koordinasi tubuh yang baik.
5.Suka menggunakan objek nyata sebagai alat bantu belajar.
6.Mempelajari hal-hal yang abstrak (simbol matematika, peta, dan sebagainya) dirasa amat sulit oleh siswa dengan gaya belajar ini.
7.Cenderung terlihat “agak tertinggal” dibanding teman sebayanya. Padahal hal ini disebabkan oleh tidak cocoknya gaya belajar siswa dengan metode pengajaran yang selama ini lazim diterapkan di sekolah-sekolah.

Sama halnya dengan keunikan tiap individu, tiap orang memiliki gaya belajar sendiri. Perbedaan itu bahkan ada pada anak-anak dari satu keluarga, seperti beda dengan kakak, adik atau saudara kembar sekalipun.
Contohnya saat mengikuti pelajaran di kelas, ada siswa yang begitu tekun menyimak meski guru menyampaikan materi pelajaran tak ubahnya seperti ceramah selama berjam-jam. Ada yang terkesan hanya memperhatikan sepintas lalu, meski sebetulnya mereka membuat catatan-catatan kecil di bukunya. Namun jangan ditanya berapa banyak siswa yang merasa bosan dengan pendekatan belajar yang menempatkan siswa sebagai pendengar setia. Secara keseluruhan, ada siswa yang lebih mudah menangkap isi pelajaran jika disertai praktek. Siswa seperti ini lebih suka berkutat di laboratorium mengamati dan mempelajari berbagai hal nyata ketimbang mendengar penjelasan si guru. Sedangkan temannya yang lain mungkin lebih tertarik mengikuti pelajaran yang disertai berbagai aspek gerak. Contohnya, guru yang menerangkan materi pelajaran kesenian sambil sesekali diselingi nyanyian dan tepuk tangan.
Tidak hanya itu. Ada siswa yang harus bersemedi dan tutup pintu kamar rapat-rapat supaya bisa konsentrasi belajar. Akan tetapi cukup banyak yang mengaku justru terbuka pikirannya bila belajar sambil mendengarkan musik, entah yang mengalun merdu atau malah ingar-bingar. Sementara sebagian lainnya merasa perlu untuk mengubah materi pelajaran menjadi komik atau corat-coret yang gampang “dibaca”.
Apa pun gaya belajar yang dipilih pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu agar yang bersangkutan bisa menangkap materi pelajaran dengan sebaik-baiknya dan memberi hasil optimal. Bukankah masing-masing pelajaran juga disampaikan oleh guru yang berbeda dengan karakter mengajar yang berbeda pula. Itulah mengapa, guru perlu turun tangan mengamati gaya belajar masing-masing siswa. Dengan memahami hal itu, sebetulnya guru sudah memberi kontribusi besar dalam keberhasilan belajar siswanya karena siswa menjadi mudah menangkap materi pelajaran. Buktinya, ketidakpahaman guru terhadap gaya belajar siswa kerap menimbulkan kesalahpahaman. Ada guru yang tidak senang melihat siswanya asyik bikin coretan-coretan selagi di kelas. Atau ada juga guru yang langsung menegur siswa yang terlihat tak bisa diam saat sedang diajar. Padahal, perilaku corat-coret saat belajar tak mesti berarti ia enggan belajar. Bisa jadi, ia justru tengah berusaha menangkap materi pelajaran lewat corat-coretnya tadi.
Tidak sedikit siswa yang cepat mengerti kalau materi pelajarannya disampaikan lewat gambar atau ilustrasi. Nah, karena guru tidak membuatnya, maka siswalah yang tergerak menggambari bukunya semata-mata untuk memudahkan dirinya. Demikian pula dengan siswa-siswa yang terlihat aktif bergerak ke sana kemari selama di kelas. Siswa seperti ini boleh jadi merupakan tipe aktif yang selalu kelebihan energi. Ia menyukai aktivitas fisik dan mudah bosan pada omongan/penjelasan panjang lebar.

2.4 Multiple Intelligence dalam Pembelajaran

Kurikulum pembelajaran apa punnamanya; kurikulum 1994, kurikulum 2004 (KBK), kurikulum 2006 (KTSP), atau kurikulum berikutnya…, dan bagaimanapun pengertian, rumusan, dan prinsip-prinsip dari sejumlah kurikulum tersebut, yang harus dipikirkan selajutnya adalah bagaimana menerapkan kurikulum tersebut dalam proses pembelajaran.

Untuk menunjang keberhasilan pembelajaran, pada dasarnya adalah menentukan pendekatan pembelajaran yang sejalan dengan kurikulum tersebut.Membahas pendekatan pembelajaran, banyak sekali jenis pendekatan yang dapat diterapkan.Di antaranya pendekatan pembelajaran yang dikembangkan dari suatu teori yang dikenal dengan teori Multiple Intelligence.Teori tersebut digunakan sebagai pendekatan pembelajaran, karena di dalamnya membicarakan tentang keberagaman yang bertautan dengan kompetensi peserta didik.
Pada dasarnya setiap kurikulum menitikberatktan pada pencapaian suatu kompetensi tertentu peserta didik.Pendekatan Multiple Intelligence pun memandang bahwa seseorang/manusia memiliki beberapa potensi kecerdasan.Salah satu dari kecerdasan setiap peserta didik itulah yang harus dikembangkan, sehingga pada akhirnya menjadi suatu kompetensi yang sangat dominan dikuasainya.
Teori Multiple Intelligences bertujuan untuk  mentransformasikan sekolah agar kelak sekolah dapat mengakomodasi setiap siswa dengan berbagai macam pola pikirnya yang unik. Howard Gardner (1993) menegaskanbahwa skala kecerdasan yang selama ini dipakai, ternyata memiliki banyak keterbatasan sehingga kurang dapat meramalkan kinerja yang sukses untuk masa depan seseorang
Teori Multiple Intelligence ini dikembangkan oleh Gardner, dengan mendeskripsikan tujuh kecerdasan manusia dalam Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences (2004), yaitu:
1) Linguistic intelligence (kecerdasan linguistik) adalah kemampuan untuk berpikir dalam bentuk kata-kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dan menghargai makna yang kompleks.
2) Logical-mathematical intelligence (kecerdasan logika-matematika) merupakan kemampuan dalam menghitung, mengukur, dan mempertimbangkan proposisi dan hipotesis, serta menyelesaikan operasi-operasi matematis.
3) Spatial intelligence (kecerdasan spasial) membangkitkan kapasitas untuk berpikir dalam tiga cara dimensi seperti yang dapat dilakukan oleh pelaut, pilot, pemahat, pelukis, dan arsitek. Kecerdasan ini memungkinkan seseorang untuk merasakan bayangan eksternal dan internal, melukiskan kembali, merubah, atau memodifikasi bayangan, dan menghasilkan atau menguraikan informasi grafik.
4) Bodily-kinesthetic intelligence (kecerdasan kinestik-tubuh) memungkinkan seseorang untuk menggerakan objek dan keterampilan-keterampilan fisik yang halus. Misalnya kelihatan pada diri atlet, penari, ahli bedah, dan seniman yang mempunyai keterampilan teknik.
5) Musical intelligence (kecerdasan musik) jelas terlihat pada seseorang yang memiliki sensitivitas pada pola titinada, melodi, ritme, dan nada. Misalnya pada seorang komposer, konduktor, musisi, kritikus, dan pembuat alat musik juga pendengar yang sensitif.
6) Interpersonal intelligence (kecerdasan interpersonal) merupakan kemampuan untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Hal ini terlihat pada guru, pekerja sosial, artis, atau politisi yang sukses.
7) Intrapersonal intelligence (kecerdasan intrapersonal) merupakan kemampuan untuk membuat persepsi yang akurat tentang diri sendiri dan menggunakan pengetahuan semacam itu dalam merencanakan dan mengarahkan kehidupan seseorang. Misalnya terlihat pada ahli ilmu agama, ahli psikologi, dan ahli filsafat.
Jika kita tautkan ketujuh kecerdasan yang dimiliki manusia tersebut dalam pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa “Sebaiknya Multiple Intelligence (multikecerdasan) digunakan dan diterapkan sebagai pendekatan pelaksanaan kegiatan pembelajaran.” Setiap manusia (peserta didik) tentu akan memiliki potensi yang sesuai dengan salah satu kecerdasan di atas. Dengan demikian, maka diharapkan salah satu potensi kompetensi dari peserta didik dapat muncul dan dapat dikembangkan.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam Multiple Intelligence adalah adanya tanggung jawab lembaga-lembaga pendidikan, dan kecerdikan seorang guru dalam memerhatikan bakat masing-masing siswa (peserta didik).Di dalam maupun di luar sekolah, setiap siswa harus berhasil menemukan paling tidak satu wilayah kemampuan yang sesuai dengan potensi kecerdasannya. Jika hal itu berhasil ditemukan oleh siswa dengan bimbingan guru, maka akan menimbulkan kegembiraan dalam proses pembelajaran, bahkan akan membangkitkan ketekunan dalam upaya-upaya penguasaan disiplin keilmuan tertentu. Penerapkan pendekatan Multiple Intelligence dalam pembelajaran, harus memerhatikan beberapa langkah, meliputi:
1) Mengidentifikasi elemen-elemen Multiple Intelligence dalam program kurikuler dan ekstrakurikuler. Misalnya memasukkan program seni ke dalam kurikulum.
2) Meninjau kembali sistem teknologi dan program piranti lunak untuk melihat kecerdasan-kecerdasan apa yang terabaikan.
3) Para guru merenungkan kemampuan peserta didik, kemudian memutuskan untuk secara sukarela bekerjasama dengan rekan-rekan yang lain.
4) Proses pembelajaran dengan tanggung jawab tertentu, bisa dipilih sebagai metode pembelajaran.
5) Diskusi dengan orang tua siswa dan anggota masyarakat sehingga dapat membuka kesempatan-kesempatan magang bagi para siswa.
Di samping langkah-langkah di atas, sebagai upaya untuk memadukan pendekatan Multiple Intelligence dalam pembelajaran, perlu juga memerhatikan hal-hal berikut:
1) Persepsi tentang siswa harus diubah
Selama ini kita selalu memiliki persepsi terhadap siswa, bahwa siswa itu cerdas, rata-rata, dungu, dan lain-lain.Persepsi inilah yang harus diubah. Sebaiknya para pendidik memberikan perhatian kepada berbagai macam cara yang dilakukan siswa untuk memecahkan masalah-masalah mereka dan mengaplikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kita harus menerima bahwa siswa memiliki profil-profil kognitif dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Guru harus menyediakan kesempatan-kesempatan belajar yang kaya, mempertajam kemampuan-kemampuan observasi mereka, mengumpulkan informasi tentang bakat dan kegemaran siswa, serta mempelajari kecerdasan-kecerdasan yang tidak biasa.
2) Guru membutuhkan dukungan dan waktu untuk memperluas daftar pengajaran mereka.
Jika proses pembelajaran ingin mencapai tujuan bahwa siswa harus memiliki pengetahuan, nilai dan sikap, serta keterampilan yang seimbang, maka jam belajar yang selama ini hanya cukup untuk menguasai pengetahuan saja harus diubah dengan memperluas jam belajar. Hal ini perlu dilakukan tiada lain untuk:
a. Memberi dukungan dan melakukan praktek.
b. Meminta guru tertentu yang memiliki kemampuan tinggi dalam sebuah kecerdasan untuk memberikan pelatihan.
c. Mengintegrasikan para spesialis yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu.
d. Mengunjungi lokasi-lokasi lain sebagai bahan perbandingan proses pembelajaran.
3)PendekatanMultiple Intelligence dan pembelajaran.
Kurikulum pada dasarnya berfokus pada pengetahuan yang mendalam dan pengembangan kemampuan.Dalam hal ini, pembelajaran tidak harus menekankan pengajaran melaui kecerdasan, tetapi yang harus mendapat penekanan adalah bahwa pembelajaran itu untuk kecerdasan atau penguasaan kompetensi tertentu sesuai dengan minat dan bakat siswa.
4)Diperlukan pendekatan baru terhadap proses penilaian. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam aktivitas penilaian, yaitu:
a. Bagaimana menilai kecerdasan siswa;
b. Bagaimana meningkatkan penilaian secara umum dalam hal kognitif, apektif, dan psikomotorik;
c. Bagaimana melibatkan siswa dalam proses penilaian.
5) Praktik profesional menuju ke arah perkembangan
Tingkat profesionalime para pendidik perlu dimiliki setiap guru, sehingga tantangan yang dihadapi terutama dalam menentukan model program yang akan dilakukan di kelas, tepat dan sesuai dengan kompetensi siswa.
Pernyataan-pernyataan lain yang harus menjadi bahan renungan para guru, dapat diidentifikasi sebagai berikut:
a. Bagaimana guru, siswa, administrator sekolah, orang tua, dan anggota masyarakat dapat memperoleh informasi yang memadai tentang kemampuan manusia serta implikasi-implikasinya bagi pendekatan-pendekatan baru di bidang pendidikan?
b. Bagaimana memasukkan strategi-strategi belajar dan mengajar yang mampu memenuhi kebutuhan seluruh siswa ke dalam program-program pengembangan pembelajaran?
c. Bagaimana menyesuaikan lingkungan sekolah agar dapat menawarkan program-program yang lebih kaya dan bervariasi?
d. Bagaimana mengembangkan persepsi kita tentang siswa?
e. Bagaimana memperluas data-data pengajaran dan penilaian?
f. Konsep-konsep apakah yang mesti dipelajari siswa?
g. Anggota masyarakat manakah yang dapat menjadi penasihat atau dapat memberi kesempatan magang?
h. Bagaimana para pendidik belajar untuk mengkombinasikan strategi-strategi pendidikan yang paling efektif dengan menggunakan teknologi yang paling praktis dan paling cerdas?

2.5 Asesmen proses belajar
2.5.1 Pengertian
Asesmen merupakan proses mendokumentasi, melalui proses pengukuran, pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan keyakinan peserta didik. Dapat dinyatakan pula bahwa asesmen merupakan kegiatan sistematik untuk memperoleh informasi tentang apa yang diketahui, dilakukan, dikerjakan oleh peserta didik. Ada berbagai pendapat mengenai asesmen, diantaranya adalah:
1. Khan, Hardas, dan Ma (2005)
Menyatakan bahwa asesmen merupakan prosesmendokumentasikan pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan keyakinan.
2. NAEYC (1990).
Menyatakan bahwa asesmen merupakan proses pengamatan, pencatatan, dan pendokumentasian pekerjaan yang dilakukan peserta didik dan cara-cara peserta didik mengerjakannya, untuk dijadikan sebagai dasar dari berbagai pembuatan keputusan pendidikan yang mempengaruhi anak
3. Dodge dan Bickart (1994).
Menyatakan bahwa asesmen merupakan proses memperoleh informasi tentang anak untuk membuatkeputusan tentang pendidikannya

4. Hills (1992)
Menyatakan bahwa asesmen terdiri atas tahap pengumpulan data tntang perkembangan dan belajar peserta didik, menentukan kebermaknaan tujuan program, memadukan informasi kedalam perencanaan program, dan mengkomunikasikan temuan kepada orang tua dan pihak-pihak yang berkepentingan

2.5.2 Tujuan Asesmen
Asesmen pembelajaran memiliki dua tujuan, yaitu tujuan isi dan tujuan proses (Herman, Aschbacher, and Winters, 1992). Tujuan pembelajaran asesmen pada dasarnya tergantung pada penggunaan jenis-jenis asesmen. Ada empat jenis asesmen dalam pembelajaran, yaitu
1. Asesmen Formatif dan Sumatif
Asesmen sumatif biasanya dilaksanakan diakhir pembelajaran, dan digunakan untuk membuat keputusan tentang kenaikan kelas peserta didik. Asesmen formatif umumnya dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung.
2. Asesmen objektif dan subjektif
Asesmen bentuk objektif merupakan bentuk pertanyaan yang memiliki satu jawaban yangbenar.Asesmen subjektif merupakan bentuk pertanyaan yang memiliki lebih dari satu jawaban yang benar.
3. Asesmen acuan patokan dan acuan normative
Asesmen acuan patokan, biasanya menggunakan tes acuan patokan, merupakan asesmen yang digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik berdasarkan criteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

2.5.3 Prinsip-prinsip Asesmen
Prinsip dalam menerapkan asesmen ada tujuh macam, prinsip-prinsip tersebut memberikan visi tentang cara-cara mentransformasikan asesmen sebagai bagian dari reformasi sekolah dengan focus utama pada perbaikan asesmen kelas untuk mendukung belajar. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
1. Tujuan utama asesmen adalah memperbaiki belajar peserta didik
2. Asesmen bertujuan untuk mendukung belajar peserta didik
3. Objektif bagi semua peserta didik
4. Kolaborasi professional
5. Partisipasi Komite Sekolah dalam Pengembangan Asesmen
6. Keteraturan dan Kejelasan Komunikasi mengenai Asesmen
7. Peninjauan Kembali dan Perbaikan Asesmen

Asesmen Autentik
Asesmen berbasis kinerja merupakan bentuk ujian dimana peserta didik menjawab suatu pertanyaan atau membuat produk atau mendemonstrasikan keterampilan atau menampilkan kemampuan.Penerapan asesmen berbasis kinerja mempersyaratkan peserta didik secara aktif menyelesaikan tugas-tugas kompleks dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan tingkat tinggi yang telah dimiliki dalam memecahkan masalah yang bersifat realistik atau autentik.Asesmen kinerja umumnya mendekati kehidupan nyata, dimana peserta didik harus mengerjakan tugas dalam batas waktu tertentu.
Asesmen autentik merupakan jenis asesmen kinerja. Nama autentik diperoleh dari focus teknik evaluasi yang digunakan untuk mengukur tugas-tugas kompleks, relevan, dan di dalam dunia nyata. Asesmen autentik dapat berbentuk karya ilmiah dan memperbaiki karya tulis ilmiah, memberikan analisis tentang peristiwa-peristiwa secara tertulis atau lisan, berkolaborasi dengan orang lain dalam melaksanakan penelitian. Tugas-tugas tersebut mempersyaratkan peserta didik mensintesis pengetahuan dan membuat jawaban dengan benar.Validitas asesmen autentik didasarkan pada relevansi materi yang tersaji di dalam kurikulum dengan keterterapannya dalam dunia nyata.Asesmen autentik itu dapat memperoleh reabilitas tinggi bila menggunakan criteria evaluasi yang telah ditentukan sebelumnya.
Asesmen kinerja memiliki kemampuan untuk mengetahui minat peserta didik, memperbaiki prestasi belajar, meningkatkan standar akademik, dan meningkatkan pengembangan kurikulum yang lebih terpadu. Tahap-tahap yang harus dilalui dalam melaksanakan asesmen kinerja adaalah sebagai berikut:
1. Identifikasi hasil pembelajaran
2. Kembangkan tugas-tugas yang dapat dilakukan peserta didik dalam mempelajari tujuan pembelajaran.
3. Identifikasi hasil belajar tambahan yang didukung oleh tugas
4. Rumuskan criteria dan tingkat kinerja untuk mengevaluasi kinerja peserta didik

Asesmen Portofolio
Asesmen portofolio merupakan bentuk evaluasi kinerja yang paling popular. Portofolio biasanya berbentuk file atau folder yang berisi koleksi karya peserta didik. Portofolio yang dirancang dengan baik berisi karya peserta didik yang berkaitan dengan tugas-tugas instruksional, dan mencerminkan pencapaian tujuan kurikulum.Sebagai produk dari kegiatan pembelajaran, portofolio menggambarkan keterampilan berpikir komples dan belajar kontekstual.Pembuatan portofolio dapat digunakan untuk merekam karya peserta didik, mengkomunikasikan pekerjaannya, dan menghubungkan pekerjaanpeserta didik dengan konteks yang lebih luas. Portofolio dapat dimaksudkan untuk memotivasi peserta didik, meningkatkan belajar melalui refleksi dan asesmen diri, dan digunakan untuk menilai proses menulis dan berpikir peserta didik. Isi portofolio dapat digunakan untuk mengukur kebutuhan peserta didik tertentu atau pada bidang-bidang tertentu.
Portofolio dapat dievaluasi dengan dua cara yakni yang pertama, evaluasi berbasis kriteria. Kemajuan peserta didik dibandingkan dengan standar kinerja yang sesuai dengan kinerja peszerta didik lainnya, atau kurikulum.Teknik evaluasi yang kedua adalah mengukur kemajuan peserta didik individual pada periode waktu tertentu. Teknik ini digunakan s=asesmen perubahan pengetahuan atau ketermpilan peserta didik.
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengases portofolio. Metode evaluasi portofolio dapat dioperasionalkan dengan menggunakan rubric, yakni pedoman penskoran yang berisi rumusan semua dimensi yang diases. Rubric dapat berbentuk holistic yang menghasilkan skor tunggal atau dapat berbentuk analitik yang bmenghasilkan beberapa skor.Penentuan rangking yang bersifat holistic, kadang-kadang menggunakan asesmen portofolio, didasarkan pada kesan umum dari suatu kinerja.Beberapa masalah berkenaan dengan asesmen portofolio.Salah satunya adalah ketika asesmen ini digunakan dalam skala besar, karena portofolio memerlukan banyak waktu dan biaya dalam melaksanakan evaluasi, terutama bila dibandingkan dengan jenis evaluasinya.
Ada berbagai cara untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan objektivitas dan reliabilitas asesmen portofolio. Pertama, ketika menilai kinerja, penggunaan rentang skor kecil, dapat menghasilkan skor yang lebih reliable jika dibandingkan dengan penggunaan rentang skor yang lebih besar.Kedua, peningkatan objektivitas asesmen portofolio dapat menggunakan beberapa evaluator. Ketiga, untuk menguji reliabilitas kor adalah menilai kembali portopolio selama periode waktu tertentu.dalam menerapkan asesmen portofolio, ada beberapa tahap yang harus dilalui, yaitu:
1. Perencanaan dan pengoorganisasian
a. Kembangkan perencanaan portofolio yang bersifat fleksibel
b. Rencanakan waktu secukupnya agar peserta didik mempersiapkan dan mendiskusikan aspek-aspek portofolio.
c. Mulai dengan satu aspek belajar dan hasil belajar peserta didik, kemudian semakin meningkat sejalan dengan apa yang dipelajari peserta didik.
d. Pilih aspek-aspek yang dimasukkan di dalam portofolio yang mampu menunjukkan kemajuan peserta didik atau penguasaan tujuan pembelajaran
e. Pilih setidaknya dua aspek yakni indicator yang diperlukan atau aspek-aspek inti, dan sampel pekerjaan yang dipilih.
2. Implementasi
a. Lekatkan perkembangan aspek-aspek portofolio di dalam kegiatan kelas yang sedang berlangsung untuk menghemat waktu.
b. Berikan tanggung jawab kepada peserta didik untuk mempersiapkan,menilai, dan menyimpan portofolio.
c. Catat komentar pendidik dan peserta didik dengan segara terhadap portofolio tersebut.
d. Selektif dalam artian bukan sebagai kumpulan sampel karya peserta didik yang sembarangan.
3. Hasil
a. Analisis aspek-aspek portofolio untuk memahami pengetahuan dan keterampilan peserta didik.
b. Gunakan informasi portofolio itu untuk mendokumentasikan kegiatan belajar peserta didik, untuk disampaikan kepada orang tua, dan memperbaiki pembelajaran di kelas.




BAB III
PENUTUP



3.1 kesimpulan
A. Learning style
Tiap individu memiliki kekhasan sejak lahir dan diperkaya melalui pengalaman hidup. Yang pasti semua orang belajar melalui alat inderawi, baik penglihatan, pendengaran, dan kinestetik. Setiap orang memiliki kekuatan belajar atau gaya belajar. Semakin kita mengenal baik gaya belajar kita maka akan semakin mudah dan lebih percaya diri di dalam menguasai suatu keterampilan dan konsep-konsep dalam hidup.
Salah satu faktor yang mempengaruhi cara belajar siswa adalah persepsi, yaitu bagaimana dia memperoleh makna dari lingkungan. Persepsi diawali lima indera: mendengar, melihat, mengecap, mencium,dan merasa. Di dunia pendidikan, istilah gaya balajar mengacu khusus untuk penglihatan, pendengaran, dan kinestetik. Gaya belajar visual menyangkut penglihatan dan bayangan mental. Gaya belajar pendengaran merujuk pada pendengaran dan pembicaraan. Gaya belajar kinestetik merujuk gerakan besar dan kecil.
Dengan memahami gaya belajar siswa berarti akan membuat siswa lebih bahagia, karena respons guru terhadap kebutuhan dirinya tepat, dengan demikian informasi yang diberikan kepadanya akan lebih mudah terserap.

B.Multiple Intelligence
Untuk menunjang keberhasilan pembelajaran, pada dasarnya adalah menentukan pendekatan pembelajaran yang sejalan dengan kurikulum tersebut.Membahas pendekatan pembelajaran, banyak sekali jenis pendekatan yang dapat diterapkan.Di antaranya pendekatan pembelajaran yang dikembangkan dari suatu teori yang dikenal dengan teori Multiple Intelligence.Teori tersebut digunakan sebagai pendekatan pembelajaran, karena di dalamnya membicarakan tentang keberagaman yang bertautan dengan kompetensi peserta didik.Pada dasarnya setiap kurikulum menitikberatktan pada pencapaian suatu kompetensi tertentu peserta didik.Pendekatan Multiple Intelligence pun memandang bahwa seseorang/manusia memiliki beberapa potensi kecerdasan.Salah satu dari kecerdasan setiap peserta didik itulah yang harus dikembangkan, sehingga pada akhirnya menjadi suatu kompetensi yang sangat dominan dikuasainya.

C. Asesmen hasil belajar
Asesmen merupakan kegiatan sistematik untuk memperoleh informasi tentang apa yang diketahui, dilakukan, dikerjakan oleh peserta didik. Asesmen biasanya berkaitan dengan prestasi peserta didik.Dalam pemakaian paling sempit, asesmen disamakan dengan ujian. Asesmen memiliki dua tujuan, yaitu tujuan isi dan tujuan proses.
Asesmen ada dua macan, asesmen autentik (asesmen kinerja) dan asesmen portfolio.Asesmen autentik memilii kemampuan untuk mengetahui minat peserta didik, meningkatkan prestasi belajar, meningkatkan standar akademik, dan meningkatkan pengembangan kurikulum yang lebih terpadu, sedangkan asesmen portfolio merupakan hasil evaluasi kerja.Dalam kegiatan belajar mengajar, asesmen ini dianggap sangat penting, karena selain dapat mengevaluasi hasil belajar peserta didik, juga bisa menjadi penambah semangat bagi peserta didik agar mencapai hasil yang maksimal.





1 komentar: